Warga Resah atas Penggusuran Paksa Tanah Adat di Jati Rejo oleh PT. NDP
Jati Rejo – Penggusuran lahan seluas lebih dari 10 kilometer yang dilakukan oleh pihak pengembang PT. Nusa Dua Propertindo (PT. NDP), yang merupakan mitra dari pengembang besar Citraland, menuai keresahan dari warga Kelurahan Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan. Penggusuran dilakukan secara sepihak pada Warga dalam waktu 1 Tahun Terakhit ini, tanpa adanya dialog maupun ganti rugi yang layak kepada warga.(Jumat, 18 April 2025)
Warga menyatakan bahwa lahan tersebut telah mereka tempati dan kelola selama lebih dari 30 tahun secara turun-temurun, yang dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai tanah adat atau tanah ulayat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, khususnya Pasal 3 yang mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat hukum adat, selama kenyataannya masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional.
"Sebelum ada perusahaan ini, kami sudah lama tinggal dan bertani di sini. Tanah ini bukan tanah kosong, ini tanah kehidupan kami. Tapi sekarang, tanpa ada surat pemberitahuan, mereka datang dengan alat berat," ungkap salah satu warga Sampali kepada Tipikor.site.
Warga mempertanyakan legalitas dari konsesi tanah yang diklaim oleh PT. NDP. Mereka menduga bahwa proses pengalihan tanah dilakukan tanpa memperhatikan status tanah adat yang diakui oleh hukum nasional dan adat setempat. Padahal dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
"Jika benar tanah ini diberikan melalui konsesi oleh negara kepada pihak swasta, maka seharusnya ada konsultasi publik dan verifikasi lapangan yang melibatkan masyarakat yang telah tinggal puluhan tahun di wilayah ini," kata perwakilan warga lainnya.
Warga menuntut:
-
Penghentian segera proses penggusuran dan pengembangan proyek.
-
Audit terhadap status hukum tanah tersebut oleh pihak berwenang.
-
Pengakuan hak tanah adat sesuai UUPA dan UUD 1945.
-
Penyelesaian sengketa melalui mekanisme hukum dan musyawarah dengan masyarakat.
Rencananya, warga akan mengajukan laporan resmi kepada Komnas HAM, Ombudsman RI, serta menggalang dukungan dari LSM dan organisasi masyarakat sipil.(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar