Ketika Kawan Menjadi Lawan: Kisah Sengketa Tanah yang Mengguncang Sumatera Utara
Medan (TIPIKOR)
Dalam sebuah konflik hukum yang melibatkan tanah sengketa, kadang pertemanan bisa berbalik menjadi permusuhan. Ini terjadi dalam sengketa antara Legiman Pranata dan Sihar Sitorus, dua pihak yang sebelumnya tidak asing satu sama lain. Tanah yang semula menjadi titik kedamaian kini bertransformasi menjadi medan pertempuran yang memecah hubungan mereka.
Kawan Menjadi Lawan
Legiman Pranata, yang sebelumnya memiliki hubungan baik dengan pihak yang kini menjadi lawan, harus menghadapi kenyataan pahit bahwa tanah yang dulunya menjadi sumber kedamaian kini diperebutkan. Sihar Sitorus, yang pada mulanya tidak mengaku memiliki tanah tersebut, justru muncul dengan klaim yang sangat merugikan pihak Legiman. Tanah seluas 10.464 m² yang terletak di Jalan Binjai, Deli Serdang, kini menjadi sumber konflik. Hal ini tak hanya tentang masalah kepemilikan, namun juga terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen dan identitas yang terjadi dalam proses klaim tanah tersebut.
Pada 2018, saat kampanye Pilgub Sumatera Utara, Sihar Sitorus sempat mengklaim bahwa dirinya tidak memiliki tanah di kawasan tersebut. Namun, bukti yang ada, termasuk putusan pengadilan yang menolak gugatan terkait SHM No. 477, menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak sesuai dengan kenyataan hukum.
Meningkatnya Ketegangan
Proses hukum yang berjalan semakin memperjelas ketegangan antara kedua belah pihak. Legiman Pranata yang merasa dirugikan terus memperjuangkan haknya, sementara Sihar Sitorus, melalui kuasa hukumnya, berupaya mempertahankan klaimnya atas tanah tersebut. Penyidikan oleh pihak kepolisian pun terbukti berjalan lambat, membuat dugaan keterlibatan oknum-oknum tertentu dalam mafia tanah semakin kuat.
Sengketa ini bukan hanya tentang tanah, tetapi juga tentang prinsip keadilan. Ketika kawan berubah menjadi lawan, tentu saja tidak ada yang lebih mengecewakan selain melihat bahwa kepentingan pribadi atau kelompok bisa mempengaruhi keadilan yang seharusnya dijalankan tanpa pandang bulu.
Apa yang Harus Dilakukan?
Kini, kedua pihak harus menanti keputusan lebih lanjut dari aparat hukum. Legiman berharap agar proses hukum berjalan dengan transparansi penuh, tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Bagaimana pun juga, dia berjuang untuk memastikan bahwa hak atas tanah yang sah tidak hilang begitu saja hanya karena permainan di balik meja.
Apakah pertemanan yang telah lama terjalin bisa dipulihkan, atau justru semakin memperburuk keadaan? Semua pihak yang terlibat kini menunggu hasil akhir dari konflik ini dan berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan.(Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar